Its about faith, dude

gummy-red-hot-chili-peppers-2Tidak ada yang lebih sulit daripada memulai kebiasaan yang telah lama ditinggalkan. Kadang ada terlalu banyak hal di dalam pikiran tapi tak semua bisa tertuang dalam tulisan. Segalanya hanya mengawang dan mengendap menambah beban pikiran. Unfinished business.

Dapat dibayangkan jika itu terjadi bertahun-tahun lamanya?

Saya adalah wanita. Setidak-tidaknya covernya memang begitu. Banyak analogi wanita identik dengan sisi lembut dari seorang manusia. Lemah dan rapuh, malah. Well, secara fisik memang tidak terpungkiri. Tapi kekuatan tidak semata hanya fisik. Internal factor memegang peranan lebih besar dalam penggerak terhadap sesuatu. Termasuk makhluk hidup. Tergantung motivasi. Dan tulisan disini tidak untuk memaparkan faham feminisme di seberang maskulin. Tulisan ini hanya sekedar persepsi wanita secara khusus. Dan berhubung tidak etis membicarakan orang lain dan mengupas dirinya secara tuntas seolah kita tahu sejarah hidupunya secara keseluruhan, maka ditempatkanlah saya sebagai si penulis sekaligus sebagai objek nara sumber. Mengenai subjektifitas? Tidak ada yang bisa menjamin. Karena dalam kenyataannya, meski kita mengambil sudut pandang orang ketiga dengan metode survey atau analisis statistik dengan nara sumber dari seorang expert sekalipun. Tidak ada yang dapat menghindari subjektifitas. Kecuali robot. Dan saya belum pernah menemui biografi seorang robot yang dikupas secara tuntas.

Dan seperti intro yang disampaikan di awal. Menulis adalah suatu hal yang sudah hampir sepuluh tahun saya tinggalkan. Dan sekarang kondisinya begitu timpang. Jika dulu menulis begitu mudah, tapi mencari bahan sangatlah sulit. Sekarang yang terjadi kebalikannya. So many things in my mind, but I’ve no idea how to describe it completely.  So I’ll try, by the random way. Do not complain, just follow the story. But if u can’t accept it, just leave it. No hard feeling.

Manusia sebagai makhluk sosial seringkali terlampau sosial. Membagi banyak hal termasuk hidupnya ke sekelilingnya. Menempatkan keputusan terbesar yang harusnya diambilnya sendiri ke tangan orang lain. Selama masih bisa bertanggung jawab sepenuhnya akan hal itu harusnya itu tak kan menjadi masalah. Tapi yang seringkali terjadi adalah pengalihan tanggung jawab. Menempatkan posisinya sebagai korban atas sebuah keputusan yang dengan secara sadar diambil sendiri, oleh dirinya sendiri. Manusia terlalu picik untuk bertanggung jawab.

Aku adalah manusia yang tumbuh dengan masalah. Bahkan sebelum kehadiranku pun masalah sudah jadi konsumsiku di dalam janin. Aku katakan itu dengan bangga. Karena sampai saat ini aku tidak pernah punya niat bunuh diri atau mengambil shortcut untuk hilang akal atau semacamnya. Tanggung jawab atas diriku masih terlampau besar. Aku tak tau apakah memang ini adalah bagian dari rancanganNya atau hanya sekedar hubungan sebab akibat. Makin lama kau berkecimpung dengan hal yang sama berbanding lurus dengan kemampuan intuisimu menangani sesuatu. Jika itu terdengar seperti aroganitas, mungkin memang begitu. Karena subjek memang tidak bisa objektif. Sejarah ditentukan oleh penulisnya. So if you wanna know more, you have to follow my rule.

Oke, skip.

Semalam saya sempat berbincang dengan salah satu teman lama. Ngalor ngidul. Dari ngomongin saya, ngomongin dia, hingga kehabisan bahan masing-masing dan lanjut jadi ngomongin orang lain. Sepertinya untuk yang terakhir itu memang habitnya manusia yang tidak bisa dihindari. Infotainment mode : ON.

Ceritanya teman kami si A, perempuan muslim. Dan ada juga teman kami si B, lelaki nasrani. Kalau informasi yang kami dengar benar, mereka married beda agama. Dunno apakah dengan pernikahan dua kali dengan agama masing-masing ataukah dengan sekali pernikahan ikut ritual salah satu agama. Tapi yang pasti wedding ceremonynya sudah berlangsung dan cukup meriah.

We talked about married and religion. About mereka yang married beda agama. Dan otomatis karena saya, teman saya dan objek teman kami salah satunya beragama sama, jadi dasar pemikiran ga jauh-jauh dari literatur agama kami sendiri. Saya sama sekali bukan orang alim yang expert dalam agama. Jadi literatur disini otomatis bukan seputaran ayat-ayat atau kisah-kisah kitab. Teman lama saya berpendapat apa yang dilakukan mereka adalah keliru, karena apabila dia orang beragama, dia pasti tidak akan melakukan apa yang jelas-jelas dilarang oleh Tuhannya. Tapi saya punya pemikiran lain.

Untuk analogi yang mungkin tidak semua orang akan menyetujuinya. Saya lebih menghargai suami yang keras kepala, bandel, melanggar aturan-aturan bersama dalam suatu rumah tangga, tapi tak pernah berselingkuh jika dibandingkan suami yang penurut, taat semua aturan baik di rumah tangga maupun masyarakat, tapi tiba-tiba berselingkuh dan cerai meninggalkan keluarganya. Saya tidak pernah mengalami dan tidak ingin ada dalam posisi keduanya. Tapi jika harus memilih, saya akan lebih bisa menerima yang pertama. Karena pemikiran konvensional saya masih dengan faham yang paling tradisional mengenai rusuk yang hilang adalah satu, bukan banyak. Dan rusuk adalah salah satu anggota tubuh yang tidak dapat dipermainkan atau digonta-ganti seperti puzzle.

Saya masih melihat pernikahan adalah suatu perjanjian yang paling agung antara manusia dengan disaksikan oleh penciptanya. Dan apabila ada pertanyaan apakah saya pernah mengalami pengalaman mengenai perselingkuhan, saya harus jawab ya saya pernah. Sebagai objek maupun sebagai subjek. Karena sekali lagi, saya harus menghindari penggunaan kata “korban” dan “pelaku” terhadap segala tindakan yang masih dipicu oleh kesadaran sepenuhnya sebagai manusia.

Begitupun mindset saya mengenai agama dan keyakinan. Itu adalah puncak keagungan dalam diri manusia. Tidak dapat dirubah karena pihak lain selain oleh si pengambil keputusan itu sendiri. Apabila ada persimpangan ekstrem antara convert karena pasangan atau married beda agama, yang terakhir masih lebih bisa diterima oleh hati nurani saya.

Dan please bedakan konsep convert disini. Karena batasannya hanya untuk convert dengan alasan dan kondisi yang dianalogikan di atas. Saya tidak akan membahas lebih lanjut mengenai convert dalam kondisi yang lain karena itu bukan main topic yang dibicarakan disini.

So, malam tadi ditutup dengan tanpa adanya closing statement. Conclusion dari semua fakta dan opini di kepala kami. Tapi bukan berarti kami tidak puas. Karena memang saat itu mungkin bukan waktu yang tepat untuk menjawab semuanya. Mungkin nanti, atau malah tidak sama sekali.